Memahami Konsep Tumbuh Kembang Otak Bayi Usia 0-6 Bulan
Prasasti Budhi Utami
Abstract: This article mainly concerns with understanding
the baby’s brain growth concept at the age 0 – 6 months old. Brain is a body organ which functions as the centre of
control and supervision of all system in the body. It is also the center of intelligence or the center of
thinking ability. In the brain’s growth, there is a period known as brain grown
spurt. It is the period in which the brain grow very fast. To human, the first
baby growth spurt period started at the third trimester of pregnancy. The
second period occured after the baby borns until it reaches the age of two. Therefore,
to stimulate baby’s brain growth must start from pregnancy period until the
baby borns by giving nutritious food and giving exclusive mother’s milk (ASI)
at least for the first six months.
Keyword: brain growth spurt, center of intelligence
PENDAHULUAN
Otak
merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat kontrol dan kendali atas
semua sistem di dalam tubuh. Otak yang juga merupakan pusat kecerdasan atau
pusat kemampuan berpikir ini mulai dibentuk selang beberapa saat setelah
terjadinya konsepsi (proses peleburan inti sel telur dan inti sel sperma).
Dalam perkembangan otak, ada periode yang dikenal sebagai periode pacu tumbuh
otak (brain growth spurt). Yaitu saat dimana otak berkembang sangat
cepat.
Pada
manusia, periode pacu tumbuh otak pertama dimulai ketika usia kehamilan ibu
memasuki trimester ketiga. Periode pacu tumbuh otak kedua terjadi setelah si
keci lahir hingga ia berusia dua tahun. Multiplikasi sel terjadi pada masa
janin. Sedangkan sejak lahir hingga usia dua tahun adalah saat neuron (sel
saraf) di korteks otak membentuk sinaps (hubungan antara sel saraf) yang sangat
banyak. Jadi, di masa multiplikasi dan pembentukan sinaps ini, otak harus
mendapat prioritas utama dalam hal pemenuhan zat-zat gizi sebagai bahan-bahan
pembentukannya.
TUMBUH KEMBANG OTAK
Secara
keseluruhan, otak si kecil saat lahir sudah terbagi menjadi empat bagian utama,
yakni batang otak (brainstem), otak kecil ( serebelum), otak
besar (serebrum) dan diensefalon. Berat otak bayi saat ini sudah
mencapai 25% berat otak orang dewasa, atau sekitar 350-400 gram. Ketika usianya enam bulan,
berat otak bayi hampir 50% dari berat otak orang dewasa.
Di
dalam otak bayi baru lahir sudah terdapat kurang-lebih 100 milyar sel saraf
(neuron). Sel saraf ini terdiri
dari 3 bagian utama, yaitu:
1. Badan sel saraf yang bentuknya menyerupai bintang. Di dalamnya, antara lain, terdapat
inti sel saraf. Ujung-ujung dari badan sel yang menjulur ini merupakan bagian
yang menghubungkannya dengan ujung-ujung dari badan sel saraf yang lain,
sehingga membentuk suatu jalinan yang sangat kompleks.
2. Dendrit merupakan perpanjangan dari
ujung-ujung badan sel. Sebuah sel saraf bisa memiliki sekitar 200 dendrit.
3. Akson yang bentuknya memanjang,
sehingga menyerupai tangkai dari sel saraf. Sebagian besar akson dilindungi
oleh semacam selaput dari lemak, yaitu yang dikenal sebagai mielin. Proses
pembentukan selaput pelindung pada akson ini disebut sebagai mielinasi.
Saat
si kecil baru lahir hingga usianya mencapai enam bulan, sel-sel sarafnya belum
seluruhnya mencapai tingkat perkembangan yang “matang”. Sel saraf dapat
dikatakan mencapai tingkat kematangan, antara lain, apabila sudah terbentuk
akson pada setiap bagian tubuh. Setiap kali terbentuk akson baru, maka akan
terbentuk pula sinaps (simpul saraf, hubungan antara sel saraf) yang
memungkinkan terjadinya “komunikasi” antara setiap bagian tubuh dengan otak.
Itu sebabnya, si kecil masih belum terampil mengontrol gerakan anggota
tubuhnya.
Selain
sel saraf, di dalam otak dan sistem saraf pusat terdapat sel glia. Sel ini
bertugas melindungi, memberi dukungan dan juga memberi makan kepada sel saraf.
Caranya, dengan mengalirkan kebutuhan zat gizi yang diperlukan. Dengan
demikian, proses tumbuh kembang sel saraf berjalan dengan baik dan dapat
berfungsi menghantarkan pesan (perintah).
Otak,
yang setiap menit membutuhkan darah sebanyak 150 ml ini, mencapai tahap
perkembangan yang berbeda-beda setiap bagiannya. Misalnya, bagian otak yang
mengontrol sistem pendengaran sudah mulai berkembang sejak janin berusia 28
minggu. Sedangkan bagian otak yang mengatur sistem penglihatan baru berkembang
setelah bayi lahir.
Laju
perkembangan otak si kecil tidak secara langsung ditunjukkan oleh pertambahan
volume otak. Namun, pada umumnya perkembangan otak dikaitkan dengan kecerdasan.
Dan, kecerdasan itu sendiri seringkali dikaitkan dengan volume otak. Ukuran
serta bentuk kepala dianggap dapat menggambarkan besarnya otak yang terdapat di
dalamnya. Pada kenyataannya, ada banyak sekali faktor yang ikut menentukan
tingkat kecerdasan seseorang, selain volume otaknya.
DELAPAN TAHAPAN UTAMA PERKEMBANGAN BAGIAN-BAGIAN
OTAK (JUMPSEN & CLANDININ, 1995):
1. Dimulai dari pembentukan
tabung neural.
2. Kemudian neuron (sel saraf) berproliferasi
pada regio yang berbeda.
3. Terjadi migrasi neuron dari
tempat pembentukannya ke tempat yang permanen.
4. Diikuti agregasi sel sehingga
membentuk bagian-bagian otak.
5. Selanjutnya neuron-neuron
imatur berdiferensiasi.
6. Dan terbentuk hubungan
antar neuron (sinaps) .
7. Tahap berikutnya terjadi
kematian sel dan eliminasi selektif .
8. Penyempurnaan mielinasi (pembentukan
mielin).
Sphingomyelin dan Proses Mielinasi
Sejumlah akson dari sel
saraf dilindungi oleh suatu lapisan lemak yang dikenal sebagai mielin. Komponen utamanya adalah sphingomyelin dan metabolit sphingolipid lain
(seperti cerebroside, sulfatide dan ganglioside). Mielin yang
melindungi sebuah akson bisa terdiri dari 100 lapisan.
Mielin
bekerja sebagai insulator untuk
impuls saraf. Zat ini juga mengontrol saltatory mode of conduction (penghantaran
impuls yang berloncat-loncat) pada kecepatan tinggi melalui Nodes of
Ranvier (akson yang tidak
terlindungi mielin). Penghantaran
impuls semacam ini adalah proses yang cepat. Dan, akson bermielin
menghantarkan impuls 50 kali lebih cepat daripada akson tak bermielin yang
paling cepat.
Dewasa ini telah
dipelajari bahwa sphingomyelin, salah satu jenis fosfolipid yang
terkandung dalam makanan dan ASI, memainkan peran penting dalam proses
mielinasi sistem saraf pusat. Mielinasi sistem saraf pusat manusia dimulai
ketika usia kehamilan 12-14 minggu pada bagian spinal cord, dan
berlanjut hingga usia 30 tahun pada bagian cerebral cortex. Namun,
perubahan paling cepat dan dramatis terjadi di antara pertengahan kehamilan dan
diakhir tahun kedua setelah kelahiran.
Berbeda dengan jenis
fosfolipid yang lain, sphingomyelin tidak mengandung gliserol,
melainkan ceramide. Karena semua sphingolipid dibuat dari ceramide,
maka sphingomyelin dapat diklasifikasikan juga sebagai sphingolipid
(Jumpsen & Clandinin, 1995). Ceramide inilah selanjutnya yang
akan membentuk cerebroside, yaitu suatu marker universal myelinasi
(pembentukan mielin) di dalam otak, dengan bantuan enzim UDP galactosytransferase.
Mielin sistem saraf pusat mempunyai kandungan cerebroside yang tinggi
dibandingkan dengan jaringan lainnya.
Studi terkini
menunjukkan bahwa aktivitas enzim serine palmitoyltransferse (SPT) meningkat
secara bertahap dari minggu ketiga sebelum kelahiran ( prenatal)
hingga minggu ketiga setelah kelahiran ( postnatal) pada sistem saraf
pusat tikus. Ketika mielinasi mulai berlangsung pada periode tersebut, diyakini
bahwa aktivitas SPT yang bertambah sedikit demi sedikit merupakan faktor utama
yang terlibat di dalam mielinasi.
Oshida et.al.
dalam tulisannya Effects of dietary
sphingomyelin on central nervous system myelination in developing rats.
Pediatr. Res 53: 589-593 (2003) memberikan hipotesis bahwa cerebroside di
mielin sistem saraf pusat dari tikus yang sedang berkembang otaknya kemungkinan
terutama diperoleh dari sphingomyelin yang terkandung di dalam susu,
yang dapat diubah menjadi ceramide dan kemudian cerebroside .
Selanjutnya, mereka membutktikan bahwa cerebroside di mielin
sistem saraf pusat, terutama diperoleh dari sphingomyelin diet (asupan
luar) dengan kondisi eksperimental aktivitas SPT yang rendah, sehingga sphingomyelin
diet memainkan peran yang penting dalam mielinasi sistem saraf pusat.
Jadi, berbeda dengan AA
dan DHA yang berperan dalam pertumbuhan membran sel saraf dan pengaturan
neurotransmitter, sphingomyelin berperan dalam proses mielinasi akson untukk
membantu kinerja sel saraf dalam transmisi impuls saraf. Menurut Dr. Arthur R.
Jensen, ahli saraf dari Fakultas Ilmu Pendidikan Kedokteran di University of
California, Amerika Serikat, kecepatan penghantaran pesan oleh sel-sel saraf
seseorang merupakan salah satu faktor yang menunjukkan tingkat kecerdasannya.
Kebutuhan gizi
Bila melihat periode
pacu tumbuh otak, maka sebagian besar percepatan tumbuh otak justru terjadi
setelah si kecil lahir. Mulai saat itu, pemenuhan kebutuhan zat gizi dilakukan
melalui pemberian ASI secara tunggal (ASI eksklusif) sejak hari pertamanya
hingga usia enam bulan. Perlu diketahui, komposisi zat gizi di dalam ASI
demikian sempurna untuk memenuhi kebutuhan zat gizi sesuai tahapan tumbuh
kembang bayi, bahkan untuk bayi yang lahir prematur sekali pun.
Secara alami, ASI mengandung
zat-zat gizi yang secara khusus diperlukan untuk menunjang proses tumbuh
kembang otak. Zat-zat gizi tersebut antara lain:
Asam lemak esensial
ASI merupakan sumber
asam lemak esensial (asam lemak yang harus dipenuhi kebutuhannya dari
luar tubuh), yaitu asam linoleat dan asam alfa-linolenat. Kedua asam
lemak esensial ini di dalam tubuh bayi diubah menjadi DHA (asam
dokosaheksanoat) dan AA (asam arakhidonat).
Perlu diketahui, lipid
(lemak) di dalam ASI terutama terdapat dalam bentuk trigeliserida (98-99%). Sedangkan sisanya, sebanyak 1-2%, adalah
fosfolipid dan kolesterol. Komposisi dan kandungan lipid ASI sangat bervariasi
bergantung dari tahapan laktasi dan asupan diet ibu. Lipid di dalam ASI
berfungsi sebagai sumber energi. Selain itu, sebagian kecil lipid (lipid minor) berfungsi sebagai
mikronutrien yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Lipid sebagai
mikronutrien terutama terdapat dalam bentuk fosfolipid.
Fosfolipid ASI merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long chain polyunsaturated
fatty acid, LCPUFA), terutama AA dan DHA. Kandungan fosfolipid ASI
bervariasi sekitar 20-38 mg/100 ml, tergantung pada tahapan laktasi. Di dalam
ASI, fosfolipid terdiri dari beberapa
fraksi, berturut-turut dari yang paling dominan adalah: 1) sphingomyelin, 2) fosfatidylkolin,
3) fosfatidylethanolamin, 4) fosfatidylserin, dan 5) fosfatidylinositol.
Menurut Gopalan dalam
tulisannya Essential FA in Maternal and
Infant Nutrition In Symposium “EFA and Human Nutrition and Health International
Conference” in Shanghai, Cina (2002), mengatakan LCPUFA merupakan komponen
yang esensial selama periode perinatal, karena fetus
dan bayi baru lahir tidak dapat mensintesis sejumlah AA dan DHA yang mencukupi
dari prekursornya. Padahal, pada saat lahir dan masa awal kehidupan telah
dihasilkan kurang lebih 6-10 ribu hubungan sinaps antar sel syaraf. Materi
dasar untuk terbentuknya sinaps ini adalah adanya asam lemak esensial di dalam
ASI. Oleh karena itu, perkembangan mental dan kecerdasan bergantung pada
kecukupan suplai asam lemak esensial dan LCPUFA pada tahap-tahap krusial
tersebut.
Apabila tubuh bayi
mendapat DHA dalam jumlah yang mencukupi melalui ASI ibunya, maka proses
pembentukan otak serta pematangan sel-sel saraf di dalam otaknya akan berjalan
dengan baik. Semua proses itu terjadi pada waktu bayi tidur nyenyak.
Penelitian tentang hal
tersebut telah dilakukan di University of
Brisbane, Australia dengan memakan waktu 21 tahun dan melibatkan 3880 bayi.
Hasil sementara dari penelitian ini yang dipublikasikan di United States Based Journal of Pediatrics and Child Health tahun
2001 lalu menunjukkan bahwa zat-zat gizi yang
terkandung di dalam ASI membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh bayi,
sehingga terhindar dari serangan penyakit-penyakit infeksi.
Dengan
demikian, proses tumbuh kembang dapat berjalan dengan baik. Selain itu,
kedekatan dan hubungan batin yang terjalin kuat antara ibu dan bayi ketika
memberi ASI merangsang perkembangan kemampuan kognitif bayi. Sedangkan kadar
DHA di dalam ASI yang sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi, memungkinkan proses
plastisitas (proses pembentukan hubungan baru di antara sel-sel saraf) berjalan
dengan optimal. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan kecerdasan berbahasa
yang baik serta IQ (Intelegence Quotient) yang tinggi.
Protein
Komponen
dasar dari protein, yakni asam amino, terutama berfungsi sebagai pembentuk
struktur otak. Beberapa jenis asam amino tertentu, yaitu taurin, triptofan, dan
fenilalanin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penghantar atau
penyampaipesan ( neurotransmitter). Di dalam ASI terkandung protein
sekitar 1,2 gram per 100 ml.
Vitamin B kompleks
Beberapa
jenis vitamin B yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang otak adalah ,vitamin B1,
vitamin B6, dan asam folat (vitamin B9). Bila kebutuhannya tidak terpenuhi,
maka akan timbul gangguan terhadap pertumbuhan dan fungsi otak dan sistem
saraf.
Kholin
Senyawa
ini merupakan pembentuk sejenis neurotransmitter yang disebut asetilkolin. Kholin juga merupakan
bagian dari lesitin, yaitu suatu
fosfolipid yang banyak terdapat di otak sebagai pembentuk membran (dinding) sel
saraf.
Yodium, zat besi, dan zat seng
Yodium
dibutuhkan untuk pembentukan hormon tiroksin
(sejenis hormon yang diperlukan dalam pembentukan protein yang membantu proses
tumbuh kembang otak). Zat besi dibutuhkan dalam proses pembentukan mielin. Zat besi disimpan di dalam
berbagai jaringan otak selama 12 bulan pertama sejak bayi lahir. Seng merupakan
bagian darai sekitar 300 jenis enzim yang membantu pembelahan sel. Kekurangan
zat seng di dalam otak dapat menyebabkan gangguan fungsi otak yang disebut ADHD
(Attention Deficit Hyperactive Disorder).
Agar
ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan tubuh si kecil selama masa
pemberian ASI eksklusif enam bulan, maka ibu harus mengkonsumsi makanan bergizi
seimbang setiap hari. Ibu perlu menkonsumsi makanan-makanan yang kaya protein.
Misalnya, ikan, daging, telur, tempe, tahu, dan susu skim. Ibu juga perlu makan
lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan.
Jika
selama masa menyusui ibu tidak mendapatkan gizi yang diperlukan, persediaan
zat-zat gizi dalam tubuhnya akan habis dipergunakan untuk memproduksi ASI.
Akibatnya, selain kesehatan ibu terganggu, ASI-nya juga tidak akan cukup
banyak. Kualitas ASI-nya pun tidak akan cukup baik, dan jangka waktu ibu untuk
memproduksi ASI pun menjadi relatif singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Anak Usia
Dini. 2007. Program Pendidikan Anak Usia
Dini Non-Formal Tahun 2007 – 2015.
Jakarta
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1990).
Gopalan. 2002.
Essential FA in Maternal
and Infant Nutrition In Symposium “EFA and Human Nutrition and Health
International Conference” Shanghai, Cina.
Hurlock. 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Http://novinasuprobo.wordpress.com/2006/06/18 “Perkembangan Sosial Pada Masa Anak-Anak
Akhir Dan Remaja”.
Oshida et.al. 2003. Effects of dietary sphingomyelin on central
nervous system myelination in developing rats. Pediatr. Res 53:
589-593.
Pink, Daniel H., 2007, Misteri Otak Kanan Manusia. Yogyakarta: Think.
Soemanto Wasty, Psikologi
Pendidkan,rineka Cipta, 2003.
Tohirin, Psikologi
Pembelajaran PAI, rineka Cipta, Jakarta, 2005.
University of Brisbane, 2001. United States Based Journal
of Pediatrics and Child Health. Australia
No comments:
Post a Comment